LIMAPAGI – Anggota Komisi IV DPR, Johan Rosihan, meminta pemerintah segera membatalkan rencana impor beras 1 juta ton.
Hal ini disebabkan, data ketersediaan stok beras nasional cukup untuk memenuhi kebutuhan beras termasuk untuk kepentingan bantuan sosial maupun cadangan beras pemerintah (CBP).
“Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tetap melakukan impor beras,” kata Johan mengutip siaran pers, Selasa, 9 Maret 2021.
Johan merinci, prognosa ketersediaan beras tahun 2021 ini yaitu stok akhir Desember 2020 lalu sebesar 6.749.305 ton. Kemudian prakiraan produksi dalam negeri tahun 2021 oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sebesar 8.263.879 ton.
Dengan demikian prognosa jumlah ketersediaan beras nasional tahun 2021 mencapai 15.013.183 ton.
Di sisi lain prakiraan kebutuhan beras tahun 2021 ini hanya berkisar 7.480.042 ton, sehingga berdasarkan prognosa Kementan ini maka stok beras cukup dan tidak perlu impor.
“Selain itu berdasarkan proyeksi dari BPS bahwa produksi beras kita akan meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu naik sekitar 26,84 persen, bahkan kenaikan produksi Januari sampai April 2021 ini telah mencapai 26,88 persen dari periode yang sama tahun lalu, yang saat ini mencapai 25,37 juta ton gabah,” ujar Johan.
Johan juga menjelaskan, jika pemerintah beralasan demi menjaga stok cadangan atau iron stok beras pemerintah maka hal tersebut juga kurang tepat.
Alasannya, data CBP per Januari 2021 di Bulog terdapat stok beras sebesar 977.000 ton dan pada Bulan Februari 2021 lalu Bulog telah berhasil menyerap beras dari petani lokal sebesar 35.000 ton.
“Jadi jumlah tersebut telah memenuhi standar stok CBP minimal 1 juta ton, bahkan neraca stok beras secara nasional saat ini mencapai sekitar 7,5 juta ton beras,” papar Johan.
Johan mengimbau pemerintah sebaiknya fokus untuk memperbaiki pengelolaan stok beras pemerintah melalui skema pengadaan yang dilengkapi dengan insentif menarik, agar membuat petani atau pabrik penggilingan mau menjual gabah atau berasnya ke Bulog.
“Hal ini penting dilakukan agar dapat menyerap secara penuh hasil produksi petani kita,” tutur Johan.
Menurut dia, selama ini target pengadaan dari produksi lokal tidak pernah bisa mencapai target dan Bulog selalu mengalami kesulitan untuk melakukan pengadaan beras dari dalam negeri.
Hal inilah yang harusnya segera diatasi oleh pemerintah dan bukannya membuat kebijakan impor pada saat masa panen raya yang dampaknya pasti merugikan petani.
Johan berharap, pemerintah bisa menggunakan acuan standar FAO dalam membuat kebijakan terkait stok beras Nasional dan stok beras yang dikuasai pemerintah sehingga ‘tidak gegabah’ untuk merencanakan impor beras.
Menurut FAO, lanjut Johan, idealnya stok beras di suatu negara sekitar 17-18 persen dari total kebutuhan konsumsi beras, sedangkan angka stok Indonesia sekarang sudah di atas rata-rata yang direkomendasikan oleh FAO.
“Maka bagi saya tidak beralasan rencana impor 1 juta ton pada saat panen raya ini karena kebutuhan beras kita mampu sepenuhnya diproduksi di dalam negeri oleh petani kita,” ujar Johan.
Agar cadangan beras pemerintah diperhitungkan berdasarkan kebutuhan dan bukan didasarkan kepentingan keinginan pemerintah untuk melakukan impor beras.
“Maka saya melihat yang paling penting agar kita tidak terus tergantung impor, pemerintah harus memperkuat Bulog agar bisa lebih cepat dan mudah melakukan pengadaan stok beras CBP melalui produksi dalam negeri agar stok beras CBP selalu tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang cukup,” pungkasnya.**
Discussion about this post