LIMAPAGI – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengklaim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan tersangka terkait kasus suap di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Mereka adalah Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat 1 Kerja Sama Dukungan Pemeriksaan Dadan Ramdani. Menurut Egi, penetapan tersangka seharusnya menjadi momentum untuk menuntaskan skandal-skandal perpajakan.
Egi mengatakan, Angin diduga menerima suap agar merekayasa surat ketetapan pajak (SKP) dari tiga perusahaan besar, yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Bank Pan Indonesia Tbk atau Panin Bank, dan PT Gunung Madu Plantations.
“Angin dan Dadan ditetapkan sebagai tersangka bersama empat konsultan pajak selaku pemberi suap. Nilai suap ditengarai mencapai Rp 50 miliar,” ungkap Egi dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 9 Maret 2021.
Egi menilai, kasus itu mengkhawatirkan karena menunjukkan adanya kongkalikong antara aparat perpajakan dan wajib pajak. Praktik lancung, kata Egi, telah menjadi rahasia umum, tetapi proses hukumnya kerap tak serius dituntaskan hingga ke aktor utamanya.
“Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2005-2019 sedikitnya terdapat 13 kasus korupsi perpajakan yang menunjukan kongkalikong antara pihak pemerintah dan swasta,” ujar Egi.
Dari seluruh kasus tersebut, 24 orang pegawai pajak terlibat. Egi mengatakan, modus umum dalam praktik korupsi pajak adalah suap menyuap.
“Total nilai suap dari keseluruhan kasus tersebut mencapai Rp 160 milyar. Ini tentu belum dihitung nilai kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi,” ucap dia.
Egi melanjutkan, setidaknya ada tiga kasus korupsi yang melibatkan pegawai negeri sipil di DJP dan pernah menarik perhatian publik. Pertama, kasus yang menjerat Gayus Tambunan, pegawai negeri sipil di DJP yang menerima suap dan gratifikasi hingga Rp 925 juta, 659.800 dolar AS dan 9,6 juta dolar Singapura, serta melakukan pencucian uang.
Kedua, kasus yang menjerat mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII DJP Kemenkeu Bahasyim Assifie. Ia terbukti menerima suap Rp 1 miliar dan terbukti melakukan pencucian uang.
“Ketiga, kasus yang menjerat Dhana Widyatmika, pegawai di DJP yang terbukti menerima gratifikasi dengan total nilai Rp 2,5 miliar, melakukan pemerasan, dan pencucian uang,” kata Egi.
Menurut Egi, agar proses hukum kasus pajak saat ini dapat dituntaskan, KPK perlu mengambil langkah-langkah lanjutan. Pertama, KPK mesti mengusut aktor-aktor lain dalam perusahaan penyuap para tersangka. Kedua, mengejar para pegawai pajak lain yang mungkin terlibat.
“Mengingat, Angin merupakan pejabat tinggi di Dirjen Pajak. Sehingga, pihak yang ditengarai terlibat berpotensi lebih luas,” katanya.
Ketiga, KPK harus memeriksa perusahaan-perusahaan lain yang diduga memberi suap. Menurutnya, ada 165 perusahaan yang teridentifikasi sebagai pungutan pajak berpotensi tinggi.
“Namun baru tiga yang diusut, yaitu PT Jhonlin Baratama, Panin Bank, dan PT Gunung Madu Plantations. PT Jhonlin Baratama diketahui dimiliki oleh salah seorang pengusaha besar pertambangan, yaitu Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji isam,” ungkapnya.
Keempat, menelusuri dugaan pencucian uang dan memeriksa pihak-pihak yang namanya tercatat dalam transaksi mencurigakan pada rekening Angin.
Egi menambahkan, kasus-kasus korupsi yang menjerat Gayus, Bahasyim Assifie, maupun Dhana Widyatmika adalah puncak dari gunung es permasalahan korupsi pajak di Indonesia.
“Kini, Angin Prayitno Aji juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap untuk merekayasa SKP. Belajar dari ketiga kasus tersebut, sudah sepantasnya penyidik segera menelusuri juga dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Angin Prayitno Aji,” kata Egi.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Jubir KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, pihaknya mencegah sejumlah pihak di Ditjen Pajak agar tidak ke luar negeri.
“KPK benar telah mengirimkan surat kepada Ditjen Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap beberapa pihak terkait perkara ini,” kata Ali saat dikonfirmasi, Kamis, 7 Maret 2021.
Ali mengatakan, pencegahan ke luar negeri tersebut dalam rangka kepentingan proses penyidikan. Tujuannya, apabila dibutuhkan untuk kepentingan pemeriksaan, mereka semua ada di dalam negeri. Kendati begitu, KPK belum mau mengungkap siapa saja yang menjadi tersangka.
Discussion about this post