LIMAPAGI – Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan, fenomena supercycle menjadi faktor terjadinya kenaikan harga minyak goreng.
Dalam pengamatannya, nilai Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di pasar global menyebabkan harga minyak goreng di Tanah Air meningkat sebesar Rp2.000 sampai Rp3.000.
Lutfi menjelaskan, Jika sebelumnya harga minyak goreng berada di kisaran Rp10.000 kini melonjak menjadi Rp12.000 hingga Rp13.000.
“Karena harga CPO-nya yang Indonesia penjual terbesar di dunia, yang biasanya USD600-700, hari ini lebih dari USD1.000,” kata Lutfi dalam keterangannya saat meninjau Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Rabu, 7 April 2021.
Lantas apa itu fenomen supercycle yang menjadi penyebab harga minyak goreng naik?
Definisi supercycle itu sendiri berdasarkan keterangan yang dipaparkan Lutfi dalam dialog Gerakan Ekspor Nasional (Diginas) yang diselenggarakan secara virtual pada Selasa, 6 April 2021.
Supercycle dapat dikatakan sebagai periode lonjakan permintaan untuk berbagai komoditas, yang berakibat kenaikan harga. Biasanya kondisi ini akan berpengaruh pada jatuhnya permintaan dan harga.
“Indonesia akan memasuki periode supercycle, dimana harga beberapa komoditas akan naik secara signifikan, terutama komoditas dasar, yang diakibatkan pertumbuhan ekonomi baru dari permintaan yang terjadi di masa pandemi dan setelah pandemi,” jelas Lutfi.
Menurut mantan mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa komoditas yang harganya naik dalam periode supercycle tersebut yaitu minyak bumi, gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), bijih besi, dan tembaga.
“Ini bukan kali pertama Indonesia menghadapi periode supercycle. Beberapa tahun lalu, Indonesia telah mengalaminya dan seperti periode sebelumnya, periode supercycle kali ini diharapkan juga akan membawa keberuntungan dan dampak positif bagi perekonomian Indonesia,” kata Lutfi.
Lutfi menambahkan, selain supercycle, dia melihat beberapa tren perdagangan Indonesia yang berpengaruh terhadap kinerja perekonomian ke depan.
Adanya peningkatan sektor otomotif, hal ini diperkirakan mampu memicu munculnya investasi. Permintaan pasar yang besar, jadi faktor utama meningkatnya investasi tersebut.
Selanjutnya pada produksi baja stainless steel, sebagai produsen terbesar nomor dua di dunia, Indonesia dapat memberikan keunggulan komparatif yang baik, sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa dengan daya saing harga yang baik di pasar global.
Berikutnya, dengan besarnya sumber daya alam yang dimiliki, komoditas perhiasan yang dihasilkan Indonesia, mampu menjadi unggulan dalam ekspor nonmigas. Daya saing produk dan harga, menjadi pertimbangan, komoditas tersebut mampu bersaing di pasar dunia.
“Negara-negara tersebut tak hanya sekedar menjadi mitra dagang, namun juga menjadi sumber investasi perekonomian nasional dengan produk-produk yang menjadi pilar utama ekspor nonmigas Indonesia,” pungkas dia.
Discussion about this post